Mentega adalah dairy product yang diperoleh dengan churning (mengaduk) krim susu sampai mengeras. Lemak susu di dalam susu berbentuk butiran mikro yang diselimuti membran fosfolipid yang memisahkan butiran lemak susu satu dengan yang lain. Proses churning ini menghancurkan lapisan membran sehingga butiran-butiran lemak susu bergabung membentuk padatan. Mayoritas produsen mentega menggunakan susu sapi, sementara susu kambing, domba, dan kuda masih digunakan di beberapa daerah. Eropa menyukai mentega manis, tetapi pasaran lain menyukai penambahan 2% garam. Warna mentega diperoleh dari karoten dengan range kuning pucat sampai keemasan. Clarified Butter adalah mentega yang kandungan air dan susu padat di dalamnya telah dibuang, dan dapat digunakan dalam pemanggangan pada temperatur tinggi tanpa kehilangan kualitasnya. Nilai gizi mentega terletak pada lemak yang mudah dicerna, kandungan vitamin A dan D. Secara komersial mentega biasanya mengandung 80-85% lemak susu, dan 12-16% air. Menurut Departemen Pertanian Amerika Serika, 63% dari lemak susu tersebut adalah hidrokarbon jenuh dari asam lemak. Dengan kata lain komponen terbanyak di dalam mentega adalah lemak jenuh yang dapat meningkatkan kadar kolesterol LDL (dikenal sebagai kolesterol jahat). Akibatnya mentega dianggap sebagai penyebab obesitas dan mampu meningkatkan resiko serangan jantung. ( Hakim:2008)
Bahan utama pembuatan mentega adalah krim yang memiliki kadar lemak antara 25 - 45%. Krim diperoleh dari susu sapi dengan menggunakan alat separator. Tahap pertama pembuatan mentega adalah standarisasi komposisi krim yang dilanjutkan dengan proses pasteurisasi krim (pasteurisasi adalah proses membunuh mikroorganisme patogen dan sebagian mikroorganisme perusak dengan menggunakan pemanasan). Setelah dipasteurisasi maka krim didinginkan, setelah itu tergantung pada jenis mentega yang akan dibuat, akan ada tiga jalur proses.
Proses pertama yaitu fermentasi krim dengan cara menumbuhkan bakteri asam laktat (diantaranya Lactococcus lactis subsp. lactis, Lactococcus lactis subsp. cremoris, Lactococcus lactis subsp. diacetylactis, dan Lactococcus lactis subsp. cremoris bv. citrovorum) pada krim. Pada jalur kedua krim tidak difermentasi. Baik krim yang sudah difermentasi maupun tidak kemudian dikocok dengan teknik tertentu secara mekanis dalam wadah tertentu sampai terbentuk butiran-butiran lemak mentega dengan diameter sekitar 2 mm. Proses pengocokan ini disebut dengan churning. Dari proses churning selain dihasilkan butiran lemak mentega dengan kadar air sekitar 30% juga susu mentega (buttermilk) yang berupa cairan. Proses churning kemudian dilanjutkan sampai terbentuk mentega dengan kadar air antara 15 - 19% dan kadar lemak 81 - 85%. Setelah itu, mentega yang diperoleh diuleni (kneading) dengan cara diaduk aduk dengan menggunakan suatu alat (lebih baik jika dilakukan dalam keadaan vakum untuk menghindari terperangkapnya udara kedalam mentega), hal ini dilakukan agar terjadi penyeragaman komposisi dan tekstur (kelembutan) mentega yang baik. Selama proses pengulenan ini bisa ditambahkan garam dan pewarna (biasanya annato atau karoten). Setelah mentega jadi kemudian mentega dicetak dan dibungkus atau langsung ditempatkan pada kemasan yang sesuai.Pada jalur ketiga prosesnya seperti proses jalur kedua akan tetapi setelah butiran mentega jadi (dengan kadar air 13.5 - 14.5%) kemudian ada proses tambahan yaitu fermentasi butiran mentega dimana dalam hal ini sebanyak 3-4% starter (berisi bakteri asam laktat) ditambahkan kedalam butiran mentega. Variasi dari proses ini yaitu menumbuhkan starter pada media yang cocok seperti whey (hasil samping pembuatan keju) atau susu skim, setelah cukup menghasilkan aroma yang diinginkan dilakukan pemisahan dan pemekatan kemudian pekatan aroma ditambahkan kedalam butiran mentega. Proses selanjutnya sama dengan proses pada jalur satu dan dua. (Apriyantono:2008)
Sedangkan produk butter/mentega, biarpun terbuat dari lemak hewani, sebenarnya bisa kita minimalisir effek negatifnya dengan memilih 'Unsalted Butter' - karena garam yang ditambahkan kedalam mentega tersebut sebenarnyalah tidak kita perlukan samasekali. Produsen justru yang memerlukannya sebagai pengawet menteganya selain kadang-kadang malahan untuk menutupi bau dan rasa yang kurang ok pada produk mentega yang berkualitas rendah. Ada cara lain yang lebih mudah dan aman sebenarnya bagi anda yang ingin tetap menggunakan mentega/butter’ yaitu dengan mencampurkan mentega/butter 'unsalted' yang dilembutkan dengan minyak zaitun murni atau setidaknya dengan margarin extra lembut yang berkualitas. ( SW, Janti: 2007)
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3744-1995), mentega adalah produk makanan berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu atau campurannya, dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan lain yang diizinkan, serta minimal mengandung 80 persen lemak susu. Selain garam dapur, ke dalam mentega juga ditambahkan vitamin, zat pewarna, dan bahan pengawet (misalnya sodium benzoat). Emulsi pada mentega merupakan campuran 18 persen air yang terdispersi pada 80 persen lemak, dengan sejumlah kecil protein yang bertindak sebagai zat pengemulsi. Mentega dapat dibuat dari lemak susu (terutama lemak susu sapi) yang manis (sweet cream) atau asam. Mentega dari lemak susu yang asam mempunyai cita rasa lebih kuat. Lemak susu dapat dibiarkan menjadi asam secara spontan atau melalui penambahan inokulum murni bakteri asam laktat (proses fermentasi). Mula-mula lemak susu dinetralkan dengan garam karbonat, kemudian dipasteurisasi dan diinokulasi dengan bakteri yang dapat menghasilkan asam laktat selama proses fermentasi. Bila perlu, ditambahkan zat pewarna ke dalam lemak susu, umumnya berupa karoten, yaitu zat pewarna alamiah yang merupakan sumber vitamin A.(Astaman)
Fermentasi krim maupun mentega dengan menggunakan bakteri asam laktat dimaksudkan untuk menghasilkan mentega dengan aroma yang enak, tercium wangi dan gurih. Mentega yang di pasaran dikenal dengan nama roombotter diduga dibuat dengan melibatkan proses fermentasi. Nama room (rum) disitu tidak ada sangkut pautnya dengan minuman keras rum, nama ini berasal dari bahasa Belanda. Dilihat dari baunya yang wangi dan tajam, mentega Wijsman kemungkinan besar juga dibuat melalui jalur satu atau tiga yang melibatkan fermentasi. Masalahnya, kehalalan mentega yang dibuat dengan melibatkan proses fermentasi ini diragukan mengingat media tumbuh bakteri asam laktat rawan kehalalannya dan media ini bisa tercampur kedalam mentega. Jika mentega dibuat melalui proses jalur kedua yang tanpa fermentasi maka kehalalannya tidak bermasalah, kecuali jika ditambahkan pewarna karoten karena pewarna karoten biasanya berada dalam suatu carrier (penyalut), salah satu bahan yang bisa digunakan sebagai carrier adalah gelatin (bisa terbuat dari babi, sapi atau ikan). (Apriyantono:2008)
Referensi:
Apriyantono, Anton. 2008. Titik Kritis Kehalalan Mentega dan Margarin. LPPOM-MUI Kaltim. [diakses: 10 Oktober 2008, pukul: 12.43] http://lppommuikaltim.multiply.com/journal/item/38
Astawan, Made. - . Jangan TAKUT Mengonsumsi Mentega & Margarin ! Departemen Kesehatan Indonesia. [diakses: 10 Oktober 2008, pukul 11.20] http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=106&Itemid=3
Hakim, Lukman. 2008. Mentega Vs. Margarin. Buletin Perspektif Okayama. [diakses:10 Oktober 2008, pukul 12.16] http://po.crystal-aurora.com/?page=tulisan&id=51
SW, Janti. 2007. [MLDI] Butter vs Margarine
Tidak ada komentar:
Posting Komentar