Senin, 18 April 2011

Siapakah yang Lebih Ideal diantara Dokter dan Ahli Kesehatan Masyarakat untuk Menjadi Seorang Kepala Puskesmas?

( Dinamika Dominasi Dokter yang Menjabat Sebagai Ka PUskesmas)

Malam ini, sebelum tidur aku menyempatkan diri sejenak untuk membaca berita di internet. Setelah sebelumnya aku surving di vivanews.com , akhirnya aku mengunjungi kompasiana. Saat sedang melihat-lihat judul postingan, aku pun tertarik pada tulisan dari Armand yang berjudul Ka Puskesmas Idealnya Bukan Dokter.

Akhirnya ku gerakkanlah kursor untuk meng-klik tulisan tersebut, setelah aku baca isinya, ternyata hal yang aku cari tidak aku temukan. Ya,, tak disebutkan sama sekali tentang Sarjana Kesehatan Masyarakat, mirisnya yang aku temukan justru Sarjana Ilmu Sosial. Bukannya aku mendiskriminasikan, tapi biarlah mereka dengan bidang ilmu yang dikuasainya menekuni bidang yang sesuai. Ada satu komentar yang saya setuju bahwa idealnya kepala puskesmas itu adalah orang yang menguasaai manajerial tetapi dengan latar belakang yang sama bidangnya. Apalagi kalau bukan seoranga ahli kesehatan masyarakat?
Seketika itu pula batinku terusik. Tak tenang rasanya dan ingin menuliskan apa yang sedang saya rasakan sekarang, apa yang menjadi unek-unek saya.

Maaf, bukannya saya narsis atau promosi dengan gelar yang insyaalloh akan saya terima tahun in (amiin), tetapi saya hanya ingin memaparkan sesuatu yang mungkin selama ini masyarakat sendiri masih awam. Ya, tidak salah saya mengatakan hal itu, karena demikianlah yang memang terjadi. Terkadang sedih rasanya kalau ada yang bertanya saya kuliah dimana, dan saya jawab di fakultas kesehatan masyarakat kemudian mereka bertanya apa itu? Lulusannya nanti jadi apa?
Glegh.. saya bingung menjelaskannya. Saya kemudian beri contoh simple kalau lulusan ini nantinya bisa bekerja di instansi atau bidang kesehatan, menjadi pegawai puskesmas hingga kepala puskesmas, penyuluh kesehatan, pemantau sanitasi rumah dan jamban, bahkan saya pernah bilang bahwa dari SKM ini nantinya bisa jadi menteri kesehatan lho, dan masih banyak lagi.. setelah itu mereka bertanya lagi, “ apa sama kayak dokter? Jadi bisa mengobati orang sakit?” dengan serta merta saya jawab “ itu bukan tugas dan wewenang kita sebagai SKM walaupun sebelumnya kami dibekali dengan materi kuliah dasar kedokteran dan pengobatan meskipun SKSnya tidak terlalu banyak karena bukan main core tugas kami nantinya (anatomi, fisiologi, patologi, biokimia, mikrobiologi, parasitologi, farmakologi), tapi itu tugasnya dokter. See.. sudah jelas kan tugasnya?? Mengobati pasien itu dokter. Diantara 4 produk layanan kesehatan, curative rehabilitatif merupakan tugas utama dokter. Jadi biarlah mereka fokus dengan tuganya ini. Sayang sekali ini bukan suatu bentuk sentimentil karena begitu banyak jabatan kepala puskesmas di indoneseia yang dipegang oleh dokter. Didesa saya sendiri, puskesmasnya masih dikepalai oleh seorang dokter yang telah lebih dari 8 tahun bertugas disana. Tetapi saya tidak merasakan perubahan dari program kesehatan. Penyuluhan pun tak terdengar gaungnya. Lalu kenapa bisa sampai seperti ini? Dalam benak saya menjawab: “ mungkin karena konsentrasi terbagi antara mengurusi manajemen puskesmas dengan mengobati pasien di puskesmas, belum lagi sorenya buka praktek di rumah dinasnya?”

Sekali lagi ini bukan sentimentil tentang profesi (yang memang terkadang saya geregetan juga kenapa regulasi dari pemerintah belum berubah? Kenapa belum keluar juga peraturan bahwa yang menjadi kepala puskesmas adalah seorang SKM?

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) ini sebelumnya di bangku kuliah telah dibekali dengan banyak sekali ragam ilmu. Mungkin ini satu-satunya jurusan yang mempelajari ilmu kedokteran, obat-obatan, ilmu sosial (antropologi, sosiologi, komunikasi), ilmu sosial yang dipadukan di bidang kesehatan ( sosio-antropokes, komunikasi kesehatan), ekonomi, pemasaran, manajemen, hukum, gizi, statistic, kesehatan lingkungan, desain grafis media dan banyak lainnya. Tidak hanya satu dua SKS yang ditempuh, di tiap semester pasti ada pemantapan. Saya hanya ingin memaparkan apa yang mungkin terkadang masih dianggap sebelah mata. Kami memang bukan dokter, tapi tugas kami adalah untuk memanajeri dokter. Bukankah demikian? Kenapa saya katakana demikian? Karena tugas utama kami adalah preventif promotif, salah satu upaya yang dilakukan adalah membuat sistem manajerial dan program yang efektif pada kedua hal tersebut. Merumuskan langkah apa saja yang perlu ditempuh, serta apa saja hal yang diperlukan untuk mencapai tujuan mulia tersebut. Menjawab kebutuhan bidang pelayanan kesehatan masyarakat yang semakin meningkat, upaya kesehatan kelompok atau masyarakat menjadi tanggung jawab bagi seorang SKM.

Lalu, kapankah regulasi pemerintah akan memihak kepada kita, para pejuang kesehatan? Semoga tak akan lama lagi, sehingga semakin jelas job desc yang ada, dan semakin profesional kita dalam menjalankan tugas.

Tidak ada komentar: